Rainbow
vs Novel
“Silakan cari
referensi minimal dari 7 buku, presentasi akan dilakukan setiap 4 kali
pertemuan. Terimakasih. Wassalamu’alaikum”. Kalimat penutup dari dosen Mata
Kuliah Studi Teks Tasawuf tadi sore, setelah membagi anggota kelompok lengkap
dengan materi yang akan menjadi kajian masing-masing kelompok. “Yaaahh, pusing
lagi deh cari kemana ya buku sebanyak itu dengan matkul yang sama.” Lirihku
usai dosen menyampaikan pesan terakhirnya.
Setelah
dosen meninggalkan kelas, para mahasiswa kemudian menyusul keluar menuju ke mesjid kampus yang letaknya tak jauh dari
kelas. Soalnya, waktu akhir mata kuliah tersebut tepat pukul 16.00, pasnya ketika waktu sholat asyar telah
tiba setengah jam yang lalu.
Aku pun menutup
binder, memastikan penaku tertutup rapi, kemudian memasukan nya pada ransel,
dan menggendongnya. Aku keluar kelas sambil ku buka kunci hanphone yang sejak
berlangsungnya kegiatan belajar tadi terus bergetar. “Waahh ternyata lima pesan
. . ckckck”. Liriku dalam hati sambil menyunggingkan senyum di sore itu. Waktu
itu aku keluar kelas berjalan sendiri, soalnya teman samping bangkuku absent
tidak masuk kuliah karena sakit, wajar lah sedang musim pancaroba saat itu.
Ketika ku buka satu
persatu pesan ku baca tiba – tiba . . .
“kikkiiiiiiiwwwwwww
. . . . . .”. Sahut suara seorang laki – laki dari belakangku.
Aku terperanjat dan
hampir saja handphoneku terjatuh. Saat ku tengok, kemudian ku teliti siapa yang
datang sambil kusempitkan penglihatanku,
agar sumber suara terlihat jelas. Karena waktu itu aku tak sempat memakai
kacamata ku dulu, kotak kacamata ku simpan diransel waktu itu.
Sampai sosok laki – laki itu mulai
mendekat dan mulai terlihat jelas.
“heyyy, kikiw gimana
mau jadi minjem bukunya ?“ Ucap dia sambil menghampiri ku.
Ternyata dia Cacan.
Teman satu fakultas ku namun kami berbeda kelas. Kami saling mengenal saat
ta’aruf penerimaan mahasiswa baru dikampus. Dia ketua kelompok yang aku ikuti
waktu itu, biasa orang aktif, tapi sering gaje, hee. Dia termasuk dalam
kategori laki – laki ideal juga sih, menurut sebagian orang tapiiii, hee.
Selain pintar, keren, luwes, dia juga tipe laki – laki pencinta buku – buku
karya penulis handal yang tanpa dibubuhi
unsur cinta dan alay pastinya, soalnya dia anti banget sama yang nama nya
“LEBAY” dan “GALAU”, ckckck tapi narsisnya minta ampun, pura – pura jadi orang
awam padahal ilmunya beeeeuuhh, daleemm. Dia kayanya nggak tau, sebenernya
nggak bisa dipungkiri kalo cewe itu fitrahnya butuh gombal, tapi yang nggak
alay. hee
“Heyyy, kirain siapa, jadi dong. Coba liat ?” Jawabku sambil ku
ulurkan tangan.
“Sebentar.” Ucapnya
sambil membuka rel sleting ransel.
“Nihhh, buku bagus
tuuhhh . . ckckckc, gimana bisa kan dibarter sama Rainbow Cake nya?” Ucap dia
tersenyum sambil mengangkat kedua alisnya, memperlihatkan bukunya gaya sales
yang sedang mempromosikan barang
dagangannya.
“Jiiaaalllaaahh,,,
please deh Can, jangan lebay kaya gituu. Biasa ajja, sebenarnya Cake itu nggak
sebanding sama buku yang kamu pinjemin ke aku”. Balas ku, sambil tersenyum
ringan padanya.
“Kiw, tau nggak buku
itu ?” Tanya dia sambil memasang wajah agak serius.
Aku malu setengah
mati. Aku bingung mau jawab apa, soalnya buku yang dia pinjemin waktu itu karya
Adian Husaini. Gimana nggak kaget coba, orang aku belum pernah membaca satu pun
dari karya nya. Cacan oarangnya sedikit aneh. Aku pura-pura sedang konsen
membaca sinopsisnya.
Tapi untungnya dia
langsung melanjutkan obrolan,
“Hhhehhee, kalii
ajja. Heh Kiw, di Plaza ada obral buku big sale lho. Mulai dari 25% nyampe 40%.
Kemaren ada yang ngajak sii, tapi berhubung dompetku lagi tipis, jadi ku tolak dulu
ajakannya sementara waktu. Habibi dan Ainun ajja belum sempat aku tonton samapi
saat ini. hehehe.” Sahut dia sambil berjalan.
“Waah.. massa? pengen
ih tapi kapan ya? Nanti aja deh, kali aja ada yang mau nemenin. Heee. Oh iya
Can, nih pesanan Cake nya, cepetan buka
ranselnya malu nih kalau di angkat keluar takut nya ada yang ngeliat, kasian
kalau nggak aku kasih, soalnya aku cuma bawa sedikit eum”. Sambil ku angkat
beberapa potong cake yang ku simpan di Tupperware dari diranselku untuk siap
siap diimigrasi ke ranselnya Cacan.
“Siiiaapp, nih
masukin.” Ucap dia sambil membuka mulut ranselnya.
“Maaf ya Can, kiki
Cuma bawa sedikit hehe.”
“Ih nggak apa – apa
lagi. Makasih ya kiw”. Ucapnya sambil tersenyum hangat meninggalkan ku dengan
lambaian tangan, kita berpisah tepat didepan Masjid kampus.
“Uuhhhh,,
pemandangan yang tak terduga”. Lirih ku dalam hati, menyeret mulut 1 cm ke
kanan, dan 1 cm ke kiri sambil membaca sinopsis buku yang dia kasih,, emang
nggak bisa dipungkiri, Cacan orang nya aneh. Sulit ditebak. Gaje deh jadinya.
“CChhhyyyeee teh
Kiki . . “. Suara yang lembut dari belakangku, namun menyentak seperti kata
yang memiliki arti lain.
“Ouh teh Kiki teh
sama A Cacan?” Terdengar suara lembut ukhty Mika, teman sekelasku yang dari
tadi ternyata berjalan tepat di belakangku. Malu lagi deh. Tapi bersikap biasa
ajja deh, malah barang kali dia suka sama Cacan, jadi dia jelaous. Hehehe
“Enggak, dia temen
kenalan di Ospek waktu itu ukhty.” Jawabku ringan tanpa melirik wajahnya,
karena pandanganku masih tertuju pada sinopsis yang belum selesai ku baca.
:o
BalasHapus